Liputan6.com, Jakarta - Penipuan melalui telepon maupun SMS merupakan modus lama yang hingga kini terus berlanjut. Bahkan masih tetap eksis dan kian subur.
Baru-baru ini tim gabungan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) dan Narkoba Polda Metro Jaya menggerebek enam lokasi yang diduga dijadikan tempat penipuan.
Dari operasi penggerebekan tersebut, tim gabungan petugas kepolisian mampu mengamankan beberapa WNA Tiongkok dan Indonesia.
Agar tidak menjadi korban penipuan telepon dan SMS, maka kamu perlu mengetahui modus-modus yang sering digunakan oleh penipu.
Secara umum, cara yang digunakan para pelaku relatif sama. Namun konteks yang digunakan untuk mempermainkan psikologis korban berbeda-beda.
Berikut adalah beberapa tips untuk menghindari modus penipuan melalui telepon dan SMS dari pakar keamanan siber Pratama Persadha.
Langkah Pertama
Pertama, jangan mudah percaya terhadap nomor yang tidak dikenal. Penting unntuk terlebih dahulu menyelidiki kebenaran identitas penelepon. Apalagi ketika penelepon melakukan panggilan menggunakan nomor-nomor luar negeri.
Biasanya penelepon mengelabuhi korban dengan mengatasnamakan polisi, pihak rumah sakit, operator, petugas pajak hingga pegawai bank. Pelaku seringkali memberikan iming-iming hadiah, anggota keluarga terkena musibah ada berurusan dengan kepolisian.
Apabila menemukan ciri-ciri seperti itu maka lebih baik segera tutup panggilan. Apabila ada informasi musibah pada anggota keluarga, pastikan utuk segera menghubungi langsung anggota yang bersangkutan dan memastikan kebenarannya.
Langkah Kedua dan Ketiga
Kedua, penting untuk tidak memberikan informasi apa pun melalui telepon. Misal nama, alamat atau pekerjaan. Apabila mengaku sebagai pihak dan menyampaikan informasi seperti di atas, maka ada baiknya langsung tutup panggilan.
Ketiga, bisa memanfaatkan aplikasi pihak ketiga yang dapat menunjukkan nama penelepon bahkan meski kontak belum tersimpan. Misalnya aplikasi True Caller.
Dengan demikian, kamu dapat mengetahui telepon spam atau penipu. Sehingga dapat membantu pengguna untuk mengabaikan telepon yang mengganggu atau tidak perlu.
Mempermainkan Psikologis Korban
Sebenarnya pada situasi normal, penipuan via telepon mungkin tidak terlalu efektif untuk menjebak calon korban. Namun, dalam kondisi-kondisi tertentu bukan tidak mungkin calon korban yang tadinya selalu waspada akhirnya tertipu juga.
Pratama mengatakan, hal yang lebih mengerikan lagi adalah ketika pelaku kejahatan telah melakukan profiling terhadap target korban terlebih dahulu.
"Misalnya, pelaku telah mengetahui profil calon korban seperti nama, anggota keluarga, profesi, kebiasaan, alamat rumah hingga lingkungan pertemanan," jelas Chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communcation & Information System Security Research Center) ini.
Maka dalam satu keadaan pelaku dapat dengan mudah mengelabuhi korban dengan mempermainkan sisi psikologis korban.
Sebagai contoh, pelaku tiba-tiba menghubungi korban dan menyamar sebagai teman korban. Pelaku biasanya akan meminta pertolongan atau melakukan peminjaman uang dengan nominal tertentu.
(Isk/Ysl)
No comments:
Post a Comment