Liputan6.com, Jakarta Indonesia dengan 17.504 pulau, 34 provinsi, 31 suku, dan populasi sekitar 270.054.853 jiwa memiliki kekayaan alam dan budaya yang begitu banyak. Karakteristik dan kecantikan antar satu suku dengan suku lain pun begitu beraneka ragam.
Dari Sabang sampai Merauke, penduduknya memiliki keunikan dan keistimewaannya masing-masing. Karena itu, sebaiknya masyarakat Indonesia pun lebih terbuka dengan keanekaragaman ini dan tak lagi mengelompokkan kecantikan dalam satu dimensi saja, seperti rambut panjang dan kulit putih.
"Kalau kita lihat Indonesia itu negara yang paling mampu merepresentasikan keanekaragaman. Saya ingin menekankan bahwa yang namanya cantik itu enggak cuma satu dimensi, jadi cantik itu datang dari berbagai dimensi, apakah itu fisik, usia, outer, atau inner. Jadi, keanekaragaman di Indonesia itu yang harus kita embrace dan celebrate, serta bagaimana satu wanita dengan wanita lain saling mendukung," ujar Personal Care Director Unilever Indonesia, Ira Noviarti, dalam acara Beauty Gathering Dove di Eastern Opulence Restaurant, Jakarta Selatan, Selasa (25/9/2018).
Pendapat serupa juga disampaikan oleh tokoh perempuan Indonesia, Meutia Hatta. Ia ingin perempuan Indonesia bisa melihat keragaman kecantikan yang mereka miliki sebagai sebuah kekuatan dan keunikan.
"Kita harus melihat (ke diri sendiri), apa yang saya miliki, saya cantik atau tidak cantik tapi saya punya inner beauty. Inner beauty itu sebetulnya suatu hal yang diperkuat oleh latihan kita untuk membuat diri kita sendiri menjadi lebih baik, bijak, tulus, peduli orang lain, senang lihat orang lain senang, dan tidak suka lihat orang lain susah. Kalau orang punya (sikap) itu maka kecantikannya akan keluar," ucapnya.
Meutia menambahkan, kecantikan seorang perempuan Indonesia juga bisa bertambah kalau menghargai kekayaan budaya bangsanya.
Pada dasarnya, persepsi kecantikan yang seragam di satu dimensi itu lebih banyak dipengaruhi oleh paparan media dan iklan kecantikan. Sebab, setiap daerah di Indonesia itu sebenarnya memiliki definisi kecantikan masing-masing yang kerap tak berhubungan langsung dengan aspek fisik.
Hal tersebut dirasakan sendiri oleh pelopor pendidikan alternatif untuk masyarakat adat dan pendiri Sokola, Butet Manurung, selama menjelajahi rimba-rimba di Indonesia. Menurutnya, definisi cantik setiap daerah itu lebih tergantung pada budaya dan geografis suatu daerah.
"Di Jambi, dulu mereka bilang saya tidak cantik karena tinggi dan hidung saya terlalu mancung. Jadi, itu saja sudah terbalik. Definisi cantik menurut mereka, wanita itu harus mungil, kecil, pendek, hidungnya pesek. Kalau perempuan terlalu tinggi kayak saya, (di sana) gampang kejedot rumah dan susah nyelip saat manjat pohon," ujarnya.
Lebih lanjut, Butet juga menceritakan kecantikan perempuan Papua. Umumnya, wanita di sana memiliki karakteristik hitam manis. Namun, semakin lama ia memperhatikan bahwa kecantikan setiap perempuan di sana berbeda-beda dan punya keistimewaan masing-masing.
Butet menjelaskan, definisi cantik menurut para perempuan Papua itu tidak berkaitan dengan keindahan fisik.
"Di Papua, perempuan harus pintar mangkar sagu pakai kapak. Wanita di rimba harus pinta menganyam keranjang. Jadi, tangan dan otot kuat (yang dianggap cantik)," ucapnya.
Butet menambahkan, kalau di suku asalnya, yaitu Batak, perempuan cantik adalah yang kakinya lebar karena digunakan untuk menginjak padi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa definisi cantik antar daerah benar-benar berbeda.
"Sehingga saya melihat bahwa yang dinamakan cantik itu adalah perempuan yang melakukan hal yang dia sukai dan mahir (dalam melakukannya)," kata dia.
Melihat keanekaragaman yang begitu besar tersebut, Dove dengan dengan menjunjung semangat Bhineka Tunggal Ika, melakukan sebuah kampanye untuk mengajak perempuan Indonesia merayakan keberagaman kecantikan dan mendukung terciptanya lingkungan positif. Gerakan ini bertajuk #CantikSatukanKita.
Kampanye tersebut merupakan rangkaian dari gerakan Real Beauty dan #AkuIndonesia. Dove sudah menjalankan Real Beauty sejak 2005 dengan menampilkan perempuan biasa dan bukan model di setiap campaign fotonya serta tidak pernah mengedit foto para perempuan itu.
"Dove itu melihat bahwa kecantikan itu beragam dan setiap wanita memiliki kecantikan yang unik. Dibandingkan dengan meminimalkan kecantikan ke satu dimensi, kita embrace kecantikan ke dimensi yang berbeda-beda. Makanya, kalau dilihat kita tidak menampilkan model yang memang beneran model, tetapi orang-orang yang sama seperti kita," ujar Ira.
Lanjutnya, Dove juga memiliki misi menaikkan tingkat kepercayaan diri perempuan di Indonesia. Selama lebih dari 10 tahun, Dove Self-Esteem Project mengedukasi ke lebih dari 20 juta remaja mengenai rasa percaya diri dan menjadi penyedia program edukasi kepercayaan diri terbesar untuk jenisnya.
Hingga pertengahan tahun 2018, Dove sudah dapat mengedukasi lebih dari 150,000 remaja Indonesia. Dove akan terus mengedukasi 20 juta remaja lainnya di seluruh dunia mengenai kepercayaan diri sampai 2020.
(Adv)
from Berita Gaya Hidup Terkini - Tren Fashion, Info Shopping, Menu Kuliner kalo berita kurang lengkap buka link disamping https://ift.tt/2IvfcB5
No comments:
Post a Comment